Header Ads

UIN Saizu Cantik, Ajang Adu Eksistensi atau Eksploitasi?


Ilustrasi postingan UIN Saizu Cantik

Rayda PMII Purwokerto - ‘’Jangan mengaku jelita, kalau belum di repost akun UIN Saizu Cantik, ‘’ ucap seorang oknum yang ngopinya kurang buket, dan nongkinya kurang jauh. 

Menanggapi hal tersebut, saya hanya bisa mendelik dan mengernyitkan dahi, heran, steatment picisan dari mana yang dicelotehkan secara berkala sehingga hampir menormalisasikan objektivikasi perempuan sedemikian rupa? 

Loh, kok objektivikasi? Kan pemiliknya sudah mengizinkan.

Saya justru mencurigai dua hal, yang pertama jangan-jangan, izin itu tercipta sebab adanya dorongan dari society mengenai tuntutan standar kecantikan yang tidak masuk akal, mengikuti trending tanpa value pembanding, sehingga membenarkan bualan steatment di atas; cantik sama dengan dipublikasikan oleh akun-akun legal yang fungsinya adalah merepost foto mahasiswa cantik yang memiliki pesona memikat. 

Padahal setiap perempuan cantik dengan versinya masing-masing, tanpa perlu validasi dari akun manapun.

Kecurigaan yang kedua, jangan-jangan mahasiswa yang terkontaminasi ajakan untuk direpost daya pikatnya hanya untuk pengakuan, sebetulnya  kurang menyadari bahwasanya sistem eksistensi demikian adalah toxic, karena dengan demkian, tanpa disadari,   ia  telah berasumsi seolah-olah memantaskan tempat perempuan seperti barang interior yang berada di etalase, dipajang dan dikonsumsi oleh publik.

Lalu apakah  perempuan tidak boleh memposting fotonya di sosial media?

Tentu saja boleh, pembaca yang budiman. Memposting foto di sosial media adalah bagian dari kebebasan berekspresi, pemilik tubuh yang di posting tentu secara suka rela mempublikasikannya tanpa ada intervensi dari pihak mana pun. 

Sementara itu, pemilik foto tidak ada niatan sekalipun untuk mengkomersialisasikan postingannya (Jika dalam unggahan media sosial pribadi) 

Urusan ini menjadi lain jika diposting pada media yang melihat peluang dari pesona gender tertentu lalu menyelipkan kesempatan terselubung di dalamnya.

Mari kita lihat dampak panjang, jika konsen atau perizinan repost postingan wajah ayu perempuan dilanggengkan, admin akun tersebut akan berpotensi seenaknya sendiri memanfaatkan paras untuk kepentingan popularitas sehingga mendatangkan endors yang bisa dicuankan. 

Loh, bukannya bagus yah, jadi membantu mendatangkan rizki orang lain? 

Monmaap, kalo boleh saya bilang, steatment ini sepertinya datang dari paradigma yang kena genjustu, hehe. Sebab, tidak akan barokah, rizki seseorang yang datang dari jalan dengan kerikilan merugikan pihak lain. 

Memangnya dirugikan apanya?

Dari akun-akun mahasiswi cantik tersebut, kita bisa melihat bahwa standar dan tuntutan kecantikan yang subjektif itu semakin terbentuk secara tajam. Jika hal ini dibiarkan, dikhawatirkan akan terjadi hal yang lebih parah, yaitu komodifikasi produk ekonomi dan alat taktik kekuasaan. Artinya, ada bentuk penyamaran atau pelemahan terhadap suatu identitas, yaitu perempuan.

Apa itu komodivikasi, objektivikasi, dan eksploitasi perempuan?

Komodifikasi adalah transformasi barang, jasa, gagasan, dan orang menjadi komoditas atau objek dagang. Menurut Arjun Appadurai, komoditas pada dasarnya adalah "apapun yang dimaksudkan untuk ditukar," atau objek apapun yang memiliki nilai ekonomi. 

Value atau nilai diri seorang perempuan tidak bisa diperjual belikan atau ditukar dengan apapun, perempuan tidak seharusnya menjadi bahan perniagaan tren bagaimana pun.

Sementara itu, objektivikasi perempuan adalah fenomena di mana perempuan dianggap sebagai objek untuk menghibur, memenuhi hasrat, atau hal-hal semacamnya demi sebuah kesenangan.

Perempuan bukanlah properti yang posisinya dianggap subordinat sehingga dijadikan sebagai alat untuk berbagai kepentingan, khususnya kepentingan komersial apalagi kepentingan hasrat seksual. 

Sedangkan eksploitasi adalah kegiatan pemanfaatan secara berlebihan untuk mendatangkan keuntungan pribadi. Kegiatan tersebut akan membawa dampak buruk untuk pihak lain, baik manusia maupun lingkungan.

Dengan kata lain, eksploitasi merupakan politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang atau terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek, sehingga hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan.

Ngomong-ngomong, saya sempat tersinggung, beberapa momen lalu, melihat postingan di story whatssap, oknum laki-laki yang sedang bucin-bucinnya memposting wajah kekasihnya dengan caption yang kurang pantas, dilengkapi dengan template toko orange, dengan bangga berbunyi;

Dijual pacar cantik dengan diskon dua belas-dua belas, nego.

Kurang ajar! Redaksi yang sangat merendahkan perempuan, barangkali captions tersebut memanglah hanya untuk bahan candaan, tapi?

Sampai kapan tubuh perempuan selalu menjadi objek candaan?

Selera humor yang wagu, perlu dikasih katsu, agar terbakar nalarnya, hehe.

Barangkali, apa yang saya sampaikan di sini kurang setara bagi sebagian pihak yang pernah melihat akun UIN Saizu ganteng? 

Kenapa UIN Saizu Ganteng tidak disoroti?

Perkara ini, sejatinya juga berlaku sebaliknya, tujuan saya benar-benar murni atas dasar kampanye kesetaraan gender, tidak ada yang lebih unggul tidak ada yang lebih rendah. 

Ketika feminis garis kawai, menggaungkan menumpaskan patriarki dari bumi, percayalah, yang menjadi musuh kami bukanlah laki-laki, tetapi konstruksi sosial yang merugikam umat rentan.

Begitu saja kok tersinggung, memangnya dirugikan apanya?

Baiklah, folowers dari akun UIN Saizu Cantik/ Ganteng. memanglah belum seberapa, sehingga dampak panjangnya belum terlihat dengan jelas.

Orang bijak selalu belajar sesuatu hal dari peristiwa senada yang telah terjadi, semoga kita juga demikian, pasalnya, di kampus-kampus yang civitas akademikanya lebih raksasa, dampak merugikan fenomena ini telah terasa.

Banyak korban yang mengaku di teror DM melecehkan, ajakan berkencan yang kurang membuat nyaman, dan lain sebagainya. 

DM tersebut bersumber dari akun -nama kampus- cantik yang merepost wajah korban, dengan mencantumkan nama akun, beserta caption yang meresahkan, seperti: ''Jomblo nih, kenalan yuk.''

Padahal postingan asli dari wajah korban tersebut sama sekali tidak mencantumkan redaksi yang menggoda, peristiwa ini dilansir dari percakapan pada forum diskusi ''Ada Apa dengan UMP Cantik?'' beberapa bulan silam yang mana diskusi ini mengangkat seputar akun-akun yang serupa.

Maka demi mengindahkan petuah sedia payung sebelum hujan alangkah baiknya kita menghindari terlibat dalam menormalisasikan apa-apa yang tadi telah di sampaikan.

Kurang lebih demikian, keresahan yang saya tampung berbulan-bulan sembari mengumpulkan nyali bertempur dengan pihak-pihak yang merasa disenggol.

Sekiranya pola pikir ini kurang cocok untuk dikonsumsi, saya bersedia buka dimensi untuk mengopi. Paling tidak itu lah satu-satunya jalan yang paling gentle untuk memperdebatkan suatu keilmuan.

Maafkan jari ini yang kadang-kadang menyebalkan, pembaca yang budiman.

Wallahu A’lam Bi Showab

Tim Redaksi: Lubna Laila


1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.